Sebagaibentuk apresiasi dan rasa terima kasih yang besar dari kita untuk mereka, ungkapkanlah melalui kumpupan Pantun Guru Pahlawan tanpa tanda jasa di bawah ini, semoga bisa bermanfaat : Hari terik meminum es, Untuk mengembalikan semangat, Bila nanti aku sukses, Kaulah orang pertama yang aku ingat. 20 Puisi Tentang Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa – Dari Hati Ke Hati. Unduh Gambar. Deskripsi Gambar. Nama Gambar. 20+ Puisi Tentang Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa – Dari Hati Ke Hati. Tipe Gambar. jpg. Dimensi Gambar. 720 x 1280 px. Besaran Gambar. 83.25 KiB. Lisensi Gambar. Gambar bebas dan gratis untuk digunakan ulang. Pagiini tidak terlalu cerah, tapi dia harus pergi ke tempat dia mengajar. Dan dia mengeluarkan sepeda, lalu mengayuhnya di jalanan. Jilbabnya pun berkibar dan dia tersenyum pahit pada orang-orang dan anak-anak di jalan yang menyapanya. anak memakai seragam SD dan bersahut-sahutan memanggilnya. "Selamat pagi bu guru,..!" Assalamualaikum Bu Guru !" Gurumengapa kau ragu. Title mu sudah berubah. Dulu pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang pencetak insan cendekia . Guru ada apa dengan mu. Mengapa kau ragu. Apa kau ingin hidup lebih praktis lagi. Mengisi hidup tanpa tangis . Guru menangislah untuk ku. Murid yang menyebakan ini. Mintalah pada tuhan mu. Untuk mengubah ku menjadi berilmu. Dan Guruadalah sosok tanpa tanda jasa, katanya. Sebab, hampir-hampir tiada profesi yang bisa terlahir tanpa peranan seorang guru. Apapun tingkat atau strata pendidikan kita—dari PAUD hingga S3; semua sangat membutuhkan seseorang yang mengabdikan dirinya di bidang pendidikan terlepas dari apapun sebutannya; guru, pembimbing, ustadzah, dosen Vay Nhanh Fast Money. “Puisi untukmu guru “ Embun Pagi nan sejuk mengalir diantara dedaunan dikala pagi menjelang. Sang surya mulai menampakan senyum nya. Rangkaian perbukitan yang menjulang tinggi, flora dan fauna yang masih sangat terjaga kemurniannya, sungguh anugrah yang indah dan mahakarya terhebat dari-NYA sang pencipta alam, Irian jaya, Indonesia ku. Dialah wati seorang wanita separuh baya yang terkenal dengan logat melayu nya. Ya, ia berasal dari Riau tepatnya di daerah inhil. Namun kini telah bekerja selama 1 tahun di negri cendrawasih itu tepatnya di daerah perbatasan terluar marauke. Sungguh pengorbanan yang mungkin tak terfikirkan oleh sebagian orang untuk mengabdikan dirinya di daerah yang sangat sulit dijangkau untuk ukuran jarak Sumatera-irian jaya, dari ujung ke ujung. Namun hal itu tak menghentikan niat wati untuk dapat mengajar di daerah tersebut. Terinspirasi dari kondisi social masyarakat yang sedikit tidak mengiris hati untuk menyaksikan kemiskinan, pendidikan yang bisa dikatakan sangat menyedihkan, tak terlepas dari social control yang tak lagi terkontrol, perang antar suku yang mecuat terjadi dimana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat bagaikan tiada lagi arti persaudaraan. Bagaimana dengan anak-anak disana yang menerima nasib hidup di daerah demikian? bagaimana pendidikan nya yang berujung pada masa depan yang tak jelas kemana arahnya?. Mereka juga anak Indonesia sama seperti mereka-mereka yang ada di Riau, Jakarta, Yogya, Bali dan wilayah Indonesia lain nya. Mereka juga punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan layak seperti anak-anak Indonesia di belahan pulau lain nya. Sungguh ironis jika negeri yang kaya raya ini tidak mampu memeratakan pendidikan yang layak sebagaimana mestinya. Batin nya tersentak dengan kondisi demikan . Beberapa serentetan pertanyaan itulah yang menggerakkan dan menggugah hati wati untuk tidak mengatakan “saya tidak peduli”. Dan kini ia telah mendapatkan satu tempat disana sebagai tenaga pengajar di daerah tersebut. Mengajar, mendidik dan terus berdikari buat mereka generasi-generasi kecil penerus bangsa kelak. Ya, wati disana wati bekerja sebgai seorang guru Sekolah Dasar terpadu di salah satu desa di kabupaten tersebut yang muridnya bisa dibilang dengan hitungan jari saja. Tiadalah mengapa bagi seorang wati, baginya, bukankan untuk melakukan suatu perubahan mesti dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Tak peduli dengan gencar-gencar nya perselisihan, gencatan perkelahian antar suku yang sengit nya acap kali mengurangi niat seseorang untuk berkunjung di daerah itu, tapi Wati, tetap kuat dengan pendirian nya yang kokoh untuk tetap menjunjung tinggi amanah sebagai tenaga pengajar dan pendidik. Saban hari tanpa mengenal lelah ia beranjak melewati bukit, sungai dan terjalnya jalan yang menghiasi kawasan tersebut. Sejak matahari terbit hingga terbenam kembali. Tiada kata keluh apa lagi putus asa meskipun hidup disana merupakan sebuah tantangan lahir maupun batin nya. Mengajar dengan bayaran yang bisa dikatakan rendah tak mengurung niatnya atas kepedulian terhadap kondisi pendidikan disana. Tidaklah mengapa bagi seorang wati mendapatkan bayaran kecil, karena itu tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Baginya melihat anak-anak memperoleh pendidikan yang layak jauh lebih membahagiakan ketimbang memperoleh bayaran yang besar tanpa bisa melihat dan mendengar suara hati, harapan anak-anak bangsa disana. Di ruang kelas yang berukuran lima kali lima meter, tempat dimana wati menyalurkan ilmunya, mengajar dan mendiidk murid-murid nya dengan kondisi demikian sederhana. Anak-anak tanpa alas kaki, baju yang bisa dikatakan tak lagi layak pakai, buku-buku seadanya tampak begitu nyata yang menimbulkan kesan iba bagi yang melihat nya. Namun wati tak melihat surut nya perjuangan anak-anak tersebut untuk memperoleh pendidikan. Dengan kata-kata sederhana namun penuh kasih sayang wati mengajar dan mendidik murid-muridnya. “Ayo, anak-anak...siapa yang tau hari ini hari apa ? Suasana tersentak hening berfikir. Lalu salah satu murid menjawab dengan penuh semangat. “saya bu, hari ini hari guru.. “ “Ya, benar sekali amin. Jadi hari ini adalah hari guru. Nah, ibu mau nanya lagi. Siapa diantara kalian yang mau jadi guru ? “. Wati kembali bertanya.. Seketika itu beberapa murid mengacungkan tangannya, mengisyaratkan bahwa mereka berkeinginan menjadi seorang guru dan beberapa murid lain juga mengutarakan cita-cita nya yang beaneka ragam. “Ya, anak-anak ibu semua adalah anak yang hebat. Punya cita-cita. Kalian harus kejar cita-cita kalian..untuk menggapai apa yang kalian inginkan”. wati menundukan lalu sedikit berpaling dengan mata yang berkaca-kaca. Wati merasa begitu bahagia melihat antusias para murid-muridnya yang begitu bersemangat. Wati terharu atas keinginan besar mereka. Mereka punya cita-cita, mereka punya masa depan sama seperti anak-anak lainya, tinggal bagaimana cara kita seorang guru untuk membantu membimbing mereka menuju puncak harapan tersebut. Salah satu murid berdiri dengan tiba-tiba.. “ Puisi untuk mu guruku “ Bagai embun yang sejuk kau basahi diriku dengan tulusnya didikan mu Bagai pelita kau terangi aku dalam gelapnya pengetahuanku Hingga ku lihat jendela terang yang bersinar memantulkan cahaya abadinya ilmu mu, Aku bersyukur karena Ia telah ciptakan engkau bagi kami murid-murid mu Tanpa lelah kau bimbing, ajar dan didik kami hingga kami mengenal huruf, angka bahkan dunia, engkau adalah cahaya kami.. Tetaplah menjadi pembimbing kami, Dalam kesuraman, kehampaan, kehausan akan ilmu pengetahuan dan pendidikan Hingga akhirnya kami mencapai puncak yang begitu tinggi, cita-citaku Terima kasih guru, engkau adalah pahlawan kami, pahlawan tanpa tanda jasa. “Selamat hari guru…” sontak seluruh murid berdiri dan berteriak dengan ceria. Wati tersentak melihat murid tersebut yang secara tiba-tiba membacakan puisi buatnya. Sekali lagi mata wati berkaca-kaca mendengar puisi dari salah satu murid di kelas tersebut. Itu adalah puisi terindah yang pernah ia dengar. Ia begitu terharu, bahwa sebegitu indahkah posisinya sebagai seorang guru dimata murid-murid nya. Ya, bahkan lebih indah dan mulia jika semua itu dilakukan oleh seluruh guru dengan penuh amanah dan keikhlasan. Teruntuk semua guru yang telah mengajar, mendidik dan membimbing ku dengan penuh pengorbanan dan keikhlasan J . Hai Sobat Guru Penyemangat, sudahkah kamu menyemangati dan memberi salam kepada guru yang sekarang ada di dekatmu?Mudah-mudahan sudah, ya. Karena salam dan semangat adalah salah satu cara sederhana kita dalam membahagiakan serta mengapresiasi yang kita ketahui, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang rela berkorban keringat, waktu, tenaga, bahkan uang demi menjadikan kita pelajar yang berprofil harapan tersebut adalah tugas yang berat bagi seorang guru. Tambah lagi di situasi pandemi seperti saat sekarang guru bukan lagi sekadar tentang keadaan melainkan juga tuntutan adaptasi dengan situasi lingkungan hingga keadaan negeri kurikulum yang berubah-ubah, tentang kebijakan menteri yang berganti, hingga tentang kebijakan buka-tutup biarlah. Kenyataannya guru adalah pribadi yang kuat dan teguh hatinya. Kita sebagai seorang pelajar pun bisa tetap bahagia dan semangat menimba ilmu dari sosok pahlawan tanpa tanda pada kesempatan kali ini, ingin menghadirkan contoh pidato tentang teks pidato dengan tema guru pahlawan tanpa tanda jasa berikut ini disajikan lengkap dengan pantun dan cocok untuk siswa SD, SMP, maupun langsung disimak saja yaTeks Pidato Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Lengkap dengan PantunAssalamu’alaykum Warahmatullah WabarakatuhSelamat Pagi dan Salam Sehat untuk Kita SemuaYang Terhormat, Bapak/Ibu Kepala SD/SMP/SMAYang Terhormat, Bapak/Ibu Dewan GuruSerta Teman-teman yang berbahagia;Pertama di atas segalanya, marilah kita panjatkan puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, serta nikmat kesempatan sehingga kita dapat berkumpul di ruangan/lapangan ini dalam rangka memeriahkan Hari Guru Nasional Tahun beserta salam kita hadiahkan kepada junjungan semesta alam, Muhammad SAW. Semoga dengan seringnya bershalawat kita akan mendapat pertolongan beliau di Hari Kiamat Ibu, serta teman-teman yang berbahagia;Rasanya kita semua sudah tahu bahwa seorang guru adalah pahlawan. Lebih tepatnya pahlawan tanpa tanda banyak berkorban keringat, waktu, serta tenaga untuk kemajuan bangsa ini tepatnya dari sisi pendidikan, adab, dan akhlak Baca 6 Adab Siswa Terhadap Guru dalam Kitab Taisirul KhollaqLebih daripada itu, guru pula dituntut oleh pemerintah, pejabat daerah, kepada dinas, hingga wali murid agar mau dan mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang berkarakter hari kerja, mereka datang ke sekolah sejak pagi-pagi buta. Guru sering kali merasa perlu datang lebih cepat daripada siswa karena mereka khawatir dengan sekolah. Takutnya ada peristiwa yang tidak demikian ketika jam istirahat tiba. Teman-teman pasti pernah menemukan guru yang amat sangat perhatian. Mencegah kita berlari-lari sana-sini. Melarang kita berkerumun di semak belukar dan taman bunga, bahkan meminta kita untuk tida bermain terlalu yang saya banggakan;Apakah kita tersadar dengan peran guru sebagai orang tua sekaligus pahlawan yang tak mengenal tanda jasa tersebut?Barangkali kesadaran kita tidak akan muncul saat ini, tapi nanti ketika umur mulai beranjak dewasa, kita semua akan segera mengerti. Meski begitu, rasanya kita tidak harus menunggu tua untuk memahami semua itu, kan?Maka dari itulah, penting bagi kita selaku generasi muda penerus bangsa untuk lebih menghargai, menghormati, serta menaati perintah guru entah itu saat belajar tatap muka maupun belajar kita sadari, guru semenjak pandemi ini juga sibuk belajar. Mereka sibuk memperbaharui keterampilan menggunakan teknologi informasi dan aplikasi untuk agar bisa bermain game, melainkan guru ingin menampilkan metode pembelajaran yang asyik dan yang saya sayangi;Bagaimana cara kita menghargai guru sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa? Sebenarnya jawabannya sangat sederhana yaitu, jika kita belum bisa membahagiakan mereka, maka janganlah kita membebani dan menyusahkan hati pasti menyadari bahwa diri ini terkadang merasa sulit dalam memahami pelajaran, tambah lagi jika diminta harus mendapat nilai yang tinggi. Itu sungguh tuntutan yang begitu, sebagai seorang pelajar yang tangguh, sudah semestinya kita jangan terlampau mudah berputus asa. Patah arangnya seorang siswa sejatinya sama saja dengan membebani dan menyusahkan untuk memahami pelajaran, eh malah asyik bermain dan ribut di dalam kelas. Diajak untuk mencoba mengenal dunia, eh malah kurang peduli dengan kata-kata dan ucapan guru. Sangat disayangkan perilaku tersebut malah menyusahkan guru dan menambah beban Ibu, serta teman-teman yang berbahagia;Pada momentum yang berbahagia ini, marilah kita senantiasa mengapresiasi semua guru dan jangan pernah bosan untuk membahagiakan mereka. Soalnya guru juga adalah pahlawan. Tepatnya pahlawan tanpa tanda pidato yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Izinkan saya mengakhiri dengan pantunDi sebalik bungkus kasur ada busaDi sebalik pedasnya sambal ada sasaGuru adalah pahlawan tanpa tanda jasaDengan abdi yang terkenang sepanjang masaWassalamu’alaykum Warahmatullah WabarakatuhNaskah Pidato Guru Sebagai Sosok Pahlawan Singkat, Padat, dan Warahmatullah WabarakatuhSelamat Pagi dan Salam Sehat untuk Kita SemuaAlhamdulillah. Assalatu wassalamu ala rasulillah. Wa ala alihi wasohbihi wa Terhormat, Bapak/Ibu Kepala SD/SMP/SMAYang Terhormat, Bapak/Ibu Dewan GuruSerta Teman-teman yang Saya Banggakan;Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat tiada habisnya sehingga kita bisa berkumpul di lapangan/aula/ruangan ini dalam keadaan tanpa kurang suatu apa berlantunkan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan dengan seringnya lidah ini bershalawat, kita bakal mendapat pertolongan beliau di Hari Kiamat Ibu, serta teman-teman yang Saya Banggakan;Seberapa sering kita mendengar ucapan “Guru adalah sosok pahlawan”? Sungguh sering, ya. Guru adalah sosok pahlawan yang tidak pernah mengakui bahwa dirinya adalah pahlawan. Maka dari itulah kita juluki mereka dengan sebutan “Pahlawan Tanpa Tanda Saja”.Entah itu tahun 1945, entah itu tahun 2000-an, dan entah itu tahun 2021 di era pandemi, rasanya ucapan di atas masih sangat cocok dan berlaku. Begitulah, karena sejatinya jasa, daya, karya, dan kecintaan guru akan selalu bertahan sepanjang masa dan enggan tergerus oleh Baca Jadilah Guru yang Berkesan, Karena Guru yang Berkesan Akan Dikenang Sepanjang MasaSebagai sosok pahlawan, guru laksana lilin yang rela membakar dirinya sendiri untuk menerangi dalam kelas, guru membawa isi dunia dan mengenalkannya kepada kita para siswa. Sedangkan ketika di di luar kelas, guru mengenalkan kepada kita tentang luasnya yang bisa kita petik adalah agar tetap rendah hati dan jangan sombong atas ilmu yang kita dapatkan selama di dalam yang berbahagia;Ada banyak jalan menuju ke istana, maka ada banyak jalan pula untuk membahagiakan guru. Kita sudah pasti menyadari bahwa diri ini tiada akan bisa membalas jasa para guru. Biarpun begitu, sebagai seorang pelajar yang beradab kita wajib menghormati dan patuh terhadap bahwa adab adalah kunci utama dimudahkannya ilmu. Sayangnya sekarang semenjak kemajuan teknologi dan informasi, sebagian teman-teman kita adabnya mulai dari mereka malah bersibuk-sibuk ria berteman dengan Google, TikTok, Facebook, YouTube, Instagram, hingga beragam aplikasi lainnya bahkan di saat jam pelajaran teknologi sejatinya merupakan kabar baik bagi kemajuan bangsa ini, namun bila tak digunakan dengan bijak dan sebagaimana yang semestinya, maka teknologi yang dimaksud tadi bakal melukai dan menghancurkan diri seorang siswa itu tentang adab kepada kita yang diminta berjalan rendah dan menunduk di hadapan guru bukanlah untuk menganggap mereka sebagai raja kita yang diminta berkata-kata baik dan lemah lembut kepada guru bukanlah untuk menjadikan mereka sebagai sebaik-baiknya Baca Pidato Guruku Pahlawanku dan Inspirasiku yang Singkat dan Menyentuh HatiJadi, sebenarnya untuk apa sikap berkebaikan kepada guru? Tiada lain ialah agar kita bisa semakin meninggikan adab sehingga ilmu dan pengetahuan yang mereka ajarkan dapat berbekas di hati dan akal pikiran Ibu, serta teman-teman yang berbahagia;Demikianlah kiranya pidato yang bisa saya sampaikan pada hari ini. Izinkan saya mengakhirinya dengan sebait pantun untuk guruPergi ke toko mebel mencari pitaPita tak ada malah kubeli pakuAda banyak pahlawan di dekat kitaSalah satunya ialah para guru di hadapankuWassalamu’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh***Nah, demikianlah tadi segenap contoh pidato bertema guru pahlawan tanpa tanda jasa yang lengkap dan menyentuh bisa mendulang manfaat bagi kita semua Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Guru adalah sosok penting dalam perkembangan bangsa maupun sumber daya manusia. Guru sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik yang memberikan pengetahuan dan mendisiplinkan murid. Semua yang dilakukan demi kepentingan murid itu sendiri. Betapa mulianya tugas seorang bukanlah sebagai pekerja, tapi guru sebagai profesi. Yang dimana profesi itu sangat mulia kedudukannya. Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, karena tugas dari guru ialah mentransferkan ilmu pengetahuan yang mereka punya kepada murid-muridnya. Bukan hanya itu, tugas dari guru juga membagi pengalaman-pengalamannya yang berharga, maupun penanaman nilai budaya, moral, dan agama. Guru juga bertugas sebagai motivator. Baca juga Peranan Pemerintah, Guru, Siswa dan Orangtua dalam Menghadapi Kendala Pembelajaran Daring akibat Pandemi Virus Corona Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sosok pahlawan yang memperjuangkan pendidikan untuk murid-muridnya. Hingga dijadikan sebagai lagu untuk menjunjung tinggi martabat guru agar kita lebih mengerti betapa mulianya kedudukan seorang guru. Lagu Hymne Guru yang diciptakan oleh Bapak Sartono, yang kini dijadikan sebagai lagu wajib yang selalu di nyanyikan disetiap juga Pembelajaran Daring Berkendala Bagi Siswa, Dimanakah Peran Orangtua Serta Guru?Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, kira-kira sejak zaman penjajahan Belanda, karena para guru mau mengajar, bahkan sampai ke pedalaman tanpa mengutamakan uang, melainkan demi memajukan pendidikan bangsa dan mencerdaskan anak-anak bangsa. Mengajar tanpa mengharap balasan. Tetapi hanya ingin melihat muridnya bisa berkembang dan maju membangun juga Peran Guru dalam Mengoptimalisasi E-learning untuk Meningkatkan Literasi Peserta Didik Lihat Pendidikan Selengkapnya – Asap mengepul dari cerutu, berbaur dengan udara segar di teras rumah. Sambil ditemani seduhan kopi Manggarai yang nikmat, aku mengobrol sejenak dengan pikiranku; mencoba menggali ide yang bakal dituangkan dalam novelku yang keenam. Gampang-gampang susah. Apalagi tema yang ingin kuangkat kali ini adalah “Guruku, Pahlawanku”. Gampang, karena guruku memang pahlawanku. Tanpa dia aku mungkin akan menghabiskan hari-hari di bawah kolong jembatan bersama tikus-tikus got kotor yang katanya mirip dengan diriku tempo dulu. Ayah suara mungil yang biasa memecah keheningan menyapa dari kejauhan. Anakku, Karlos, baru pulang dari sekolah. Sebelum sapaan itu dilanjutkan, aku sudah tahu, setelahnya pasti akan ada topik tentang guru Agama di sekolahnya. Adalah Pak Tarno, guru Agama yang terkenal satu sekolah karena sifat humoris dan keakrabannya dengan siswa. Setiap siswa pasti suka dengannya, bukan saja karena humoris tetapi karena tidak ada prasasti tangannya di pipi para murid. Pak Tarno tidak suka kekerasan. Pokoknya jabatan killer sangat jauh darinya. Kalau dia sampai menampar, berarti kenakalan siswa tersebut sudah kebablasan. Wajar bila sifat Tarno demikian. Kepribadian itu diturunkan dari ayahnya. Buah memang tidak jatuh jauh dari pohonnya. Pak Budi, ayah Tarno, adalah guruku saat SMA dulu. Orangnya tinggi, tegap. Badannya kekar. Kulit hitam dan janggut keriting yang dilepas tumbuh lebat di dagu membuat siapa saja yang bertemu dengannya pasti akan gentar dan gemetar. Banyak yang mengira dirinya adalah teroris. Akan tetapi bak langit dan bumi, kepribadiannya bertolak belakang dengan perawakannya. Dia adalah salah seorang guru yang paling disukai para murid. Bukan sekadar karena dia humoris, tetapi karena sikapnya yang lemah lembut. Semua siswa tahu, kalau didapati Pak Budi membolos sekolah, paling-paling akan disuruh menimba air untuk mengisi bak wc sekolah. Tak pernah ada kabar dia memukul murid. Bahkan kabar burung sekalipun! Seperti anak lain, aku juga menyukai Pak Budi yang lemah lembut itu. Namun sebenarnya aku meremehkannya. Meski waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA, tetapi bibit-bibit nakal sudah ada dalam diriku. Kata orang diturunkan dari ayahku. Siapa tidak kenal dengan Markus. Itulah diriku. Ketika ada siswa bermasalah, pasti namaku selalu berada pada urutan pertama. Cukup dengan mereka mengeja suku kata depan namaku saja Mar, orang sudah tahu kalau itu adalah diriku. Semua tinggal menyambung Kus. Maka terbentuklah Markus. Markus ya, jangan ganti Mar itu dengan ti”, meski jujur kuakui aku memang mirip tikus; kecil, kumal, juga lincah. Meski terkenal nakal, aku tetap punya jadwal. Jadwal kapan harus nakal, dan kapan harus bersikap munafik. Aku hanya berani membolos atau melakukan hal-hal aneh lainnya saat Pak Budilah yang bertugas piket. Di luar itu, aku juga berani sih, tetapi agak sedikit berhati-hati. Nyaliku tidak seteguh kalau Pak Budi yang bertugas. Aku memegang teguh prinsip “strategi itu penting untuk mencapai kesuksesan.” Pertimbangan tentang konsekuensi yang paling ringan hanya diperoleh kalau Pak Budi yang bertugas. Paling-paling kalau kedapatan aku cuma disuruh menimba air. Lama kelamaan aku keenakkan dengan perlakuan ini. Perlahan tapi pasti profesionalitasku sebagai pembolos semakin terasah. Roster bolos mulai dilanggar. Hampir setiap hari aku terus membolos. Bukan hanya Pak Budi yang kini kupandang sebelah mata, semua guru tidak masuk dalam daftarku sekarang. Prestasiku kemudian menurun. Padahal waktu duduk di kelas satu aku adalah juara kelas. Tapi ya sudahlah, menanggalkan nama sebagai juara kelas tidak berpengaruh apa-apa terhadap ketenaranku. Toh namaku masih dikenal di mana-mana, meski dengan predikat berbeda Markus si tukang bolos. Predikat itu sepertinya akan melegenda di sekolahku. Mungkin akan ada sebuah tugu dengan prasasti khusus yang dibuat untukku; Pahlawan dan teladan para pembolos. Harapan itu hampir terwujud sampai suatu saat Pak Jony mulai mengajar di tahun terakhirku bersekolah. Perawakannya biasa saja. Dengan tinggi pas-pasan, kaca mata klasik mirip milik Bung Hatta, kulit putih bersih, wajah tampan seperti artis korea dan rambut yang disisir belah tengah membuat siapapun tidak akan menduga kalau dia adalah atlet nasional beladiri Judo! Pak Jony kemudian diangkat menjadi kaur kesiswaan. Kami semua senang. Pandangan pertama membuat kami berkesimpulan orangnya pasti tak suka main tangan. Tidak mudah main tangan. Banyak geng sekolah yang merayakan perisitiwa itu. Termasuk diriku. Aku yakin nama Markus akan semakin fenomenal. Prediksiku memang tepat. Bulan-bulan pertama, sekolah serasa tempat berpiknik. Angka membolos semakin tinggi. Aku juga termasuk orang yang membuat grafik itu naik. Kedapatan? Sering, bahkan selalu. Tapi biarlah kupikir, semakin sering namaku disebut, elektabilitasku juga akan semakin naik. Bangga. Prok..prak..prok..prak. Meja di ruangan kaur kesiswaan terjungkir balik. Semua orang langsung mengerumuni ruangan. Kegaduhan itu bukan karena ada pencuri yang terciduk seperti dikira orang, melainkan anggota gengku yang baru saja merasakan keganasan Pak Jony. Dia lepas kendali karena kami terus ngeyel ketika ditanya tentang alasan membolos…lagi. Kemarahannya tak tertahankan karena tidak satupun di antara kami berempat yang menaruh respek padanya. Bahkan Deri, wakil gengku, menjawab pertanyaan Pak Jony dengan asap rokok yang masih mengepul dan kaki yang direntangkan di atas meja meja. Dalam sekali libas kami berempat tumbang. Darah bergelayutan di janggut tipisku. Tidak ada perlawanan. Siapa mau ambil resiko? Melawan berarti sedang melakukan testing mayat. Tendangan Pak Johny saat itu serasa petir di siang bolong. Sakitnya lebih parah ketimbang tertusuk kawat duri pagar sekolah. Kami tidak pernah mengalami yang seperti itu. Walau sering bolos, kami tidak pernah terlibat tawuran. Tendangan itu sekaligus membuat bakal tugu dan prasastiku berubah tema; Pahlawan dan Motivator bagi Pembangkang yang mau bertobat. Asap masih mengepul dari cerutuku yang sudah mulai menipis. Kopi menyisakan ampas. Satu jam telah berlalu. Mengenang masa lalu memang selalu punya kenikmatan tersendiri. Setelah peristiwa kekerasan atas nama cinta itu aku langsung bertobat. Aku bersyukur menerima tendangan itu, karena jika tidak aku tidak mungkin menjadi penulis sukses seperti sekarang ini. Hanya saja karena peristiwa itu, Pak Jony harus dipenjara karena melanggar UU Perlindungan Anak. Tidak peduli dengan motif dan dampak tindakannya, kekerasan tidak punya tempat di sekolah. Kasihan Pak Jony, dia memang pahlawanku, tapi tidak bagi negeri ini. Dia dianggap penjahat, karena melakukan tindak kekerasan. Sebenarnya kupikir, terkadang untuk orang-orang sepertiku yang tingkat membangkangnya sudah kelewat batas, perlu diberi shock terapy. Namun entahlah, itu urusan pemerintah, mereka tahu mana yang terbaik. Ayah hari ini Pak Tarno menamparku, karena kedapatan membolos lagi. Pipiku masih terasa sakit hingga sekarang Karlos melapor sambil meringis kesakitan. “Apa? Kurang ajar. Guru biadab, ayo ikut ayah, kita lapor polisi. Penulis Guru di SMP dan SMA Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur-Flores-NTT Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Terlupakan Cerita seorang anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya semasa pun tak mau menampung dia. Ia hidup sebatang kara,sendiri tanpa arah dan tujuan yang ia hanya bekerja sebagai pengamen jalanan untuk membeli makanan dan minuman. Di suatu hari ia bertemu dengan seorang guru di jalan,guru itu pun merasa kasihan ,ia berbincang dengan guru itu berpuluh-puluh menit bercerita tentang kehidupannya setelah ditinggal oleh kedua orang itu pun mengajak jaka tinggal karena Bu Wara meski menikah tak punya anak ia mengangkat jaka sebagai anak angkatnya Jaka di sekolahkan di sekolah dimana Bu Wara mengajar .jaka merupakan anak yang baik dan cerdas mungkin itu memang kelebihan yang ia miliki dari pada anak yang menyelesaikan tingkat SD .Bu Wara masih sanggup membiayainya masuk tingkat menengah atas atau SMP .Jaka pun mendapatkan peringkat pertama di sekolahannya dan dapat masuk ke Sma yang ia inginkan dengan beasiswa,sehingga Bu Wara hanya perlu memenuhi kebutuhan sehari-harinya pun mendapatkan Beasiswa di Universitas di Luar kota sehingga terpaksa berpisah dengan Bu Wara. Setelah beberapa tahun kemudian melanjutkan kuliah dan berhasil diselesaikan, ia pun berhak menyandang titel. Sudah sekian tahun mereka tidak bertemu, umur Bu sudah semakin tua ,bahkan dia memasuki masa Jaka menikah dengan gadis di desa sebelah dari desa bu Wara,ia sangat terkejut,apalagi jaka dan isterinya tinggal di sebelah desa Bu Wara .Tak ppikir panjang Bu Wara pun langsung menuju rumah disana ia menunggu anak angkatnya diteras anak itu pulang kerumahnya ,Bu Wara menyapa dengan ucapan “selamat sore pak”jaka pun tak menjawab dan mengacuhkannya dengan berbicara dengan itu tetap menunggu sampai jaka keluar dari rumahnya,saat akan mengantarkan teman-temannya di depan rumahnya ia melihat Bu Wara itu lagi,sebenarnya ia sadar bahwa itu ibu angkatnya,saat ibu itu berkata bahwa kau adalah anak angkatku masihkah kau ingat denganku nak,didepan teman-teman kerjanya,tak piker panjang Jaka pun mengusir Ibu wara dari rumahnya karena malu dengan teman wara pun tak menyangka bahwa anak yang ia didik selama ini melupakannya. Sebutan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa', mungkin sekarang hanya menjadi sebuah kalimat yang tak ada nilainya. Betapa tidak? Para pahlawan ini memang tak pernah diingat oleh siapapun dan kapanpun. Meski sejatinya ia bermakna dalam kehidupan manusia, terutama di kalangan profesi guru. Kalimat tadi mengandung arti yang luas dan sangat mengena ketika seorang anak kecil mengenang kembali kilas balik kehidupan semasa kecilnya. Terutama ketika baru mau belajar di tingkat Sekolah Dasar. Pengalaman semasa kecil selalu menjadi kenangan yang tak dilupakan di masa dewasa. Mana-mana sekalipun orang pejabat pasti akan terdengar kisah mereka akan kenangan di masa kecil. Diceritakan baik kepada anak-anaknya, teman-teman kantor atau sesama mereka yang lain. Pengalaman dan kenangan masa lalu sering juga menjadi lelucon bagi yang mendengarkannya. Walaupun cerita lelucon adalah kilas balik mengenang kembali masa kecilnya. Cerita seorang pejabat, suatu ketika ayah dan ibunya meninggal semasa dirinya berumur lima 5 tahun. Kala itu di kampung tersebut sekolahnya baru dibuka. Si kecil ini dibenci masyarakat sekitarnya. Hidupnya mengandalkan perhatian teman-temannya. Kebutuhan sehari-hari hanya mengandalkan pisang bakar. Dia pun tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya yang dibangun sejak mereka berumah tangga. Tak ada pembinaan. Wajar karena tak ada yang memperhatikan dia. Ketika itu seorang guru yang bertugas di kampungnya mengajak si bocah ini untuk tinggal di rumahnya. Sejak menjadi anak angkat, di sekolahnya di mana dia mengajarnya, tentunya di kampung asalnya. Anak itu makin dewasa. Berbagai pengalaman pahit menjadi guru baginya. Pendidikan tidak ketinggalan. Suatu ketika menyelesaikan tingkat SD. Tentunya dia harus pergi meninggalkan SD dan beranjak masuk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni SMP. Perhatian guru yang sebagai orang/tua wali murid itu pun tidak luput. Umur bertambah, pengalaman pun pasti segudang. Di kala itu perkembangan dan kemajuan belum seperti sekarang ini. Usai menamatkan SMP, pasti dia melanjutkan pendidikan lebih ke atas, tentunya di SMA. Atas perhatian dan dorongan orang tua angkat, anak tadi menyelesaikan studinya. Pada tahun yang sama dia diterima sebagai seorang pegawai. Setelah beberapa tahun kemudian melanjutkan kuliah dan berhasil diselesaikan dengan status tugas belajar. Dia pun berhak menyandang titel. Sudah sekian tahun mereka tidak bertemu, umur orang tua angkat sudah semakin tua. Bahkan dia memasuki masa pensiun. Pada suatu hari sepulang kerja. Tentu dari kantor. Di rumahnya ada orang tua yang bongkok, pakaiannya compang-camping. Nenek itu duduk di teras menantikan anak angkat itu pulang kantor. Sepulang dari kantor, pejabat itu melihat dari pintu masuk, seorang nenek sedang duduk menanti di teras depan rumah. Nenek itu memandang ke pintu pagar masuk. "Selamat datang bapak," sapa nenek itu. Dia tak menyahut satu katapun. Salaman juga tidak, langsung buka pintu dan masuk ke rumah menuju kamarnya. Nenek itu tak menyanggah kalau anak piaranya memperlakukan sikap seperti itu. Nenek menduga mungkin karena kecapean. "Anak, saya mama yang dulu tinggal denganmu di rumahku, saya ibu guru," kata nenek itu seraya memperkenalkan. Tapi kasihan bapak itu langsung mengusir nenek itu dan nenek itu pulang meninggalkan rumah itu. Cerita ini diangkat sebagai sebuah ilustrasi untuk menyikapi aksi para "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" hari Rabu kemarin di Kantor DPRD Nabire. Dalam aksinya, para guru menuntut hak-hak mereka yang diabaikan selama karena kepentingan tertentu. Apapun alasannya, menjadi guru adalah tugas mulia. Guru juga bentuk panggilan hidup yang tak sama dengan tugas lain. Mereka bertahan selama 6 jam di sekolah. Sambil mengabaikan kepentingan keluarganya. Mereka bertahan lapar dan haus. Sangat menyedihkan para guru-guru yang bertugas di pelataran hutan dan di pinggiran pantai. Hanya mengandalkan bara api menemani mereka di sepanjang menyandang profesi sebagai guru. Mungkin inilah nasib mereka. Guru-guru dipermainkan oleh anak-anak, oleh mantan murid-muridnya. Ditendang ke sana kemari bagaikan sebundar bola di tengah lapang hijau. Meski disimak, siapa pemimpin dan siapa dibalik pemimpin? Apa pembangunan dan siapa dibalik pembangunan? Apa pemerintahan dan siapa dibalik pemerintahan? Apa kesehatan dan siapa dibalik kesehatan? Apa ekonomi dan siapa dibalik ekonomi? Siapa pejabat dan ada siapa yang mendasari dari semua aspek pembangunan?? Sangat terharu ketika setiap orang menyaksikan aksi protes yang dilangsungkan para guru dua hari lalu.. Mereka berjalan kaki melintasi kota Nabire menuju kantor wakil rakyat. Mereka datang hanya untuk menyampaikan dan memprotes sebab musabab terjadi penyelewengan sejumlah sumber dana yang diperuntukan bagi mereka dan anak-anak didik mereka. "Kami datang untuk mempertanyakan hak-hak yang selama ini tidak sampai pada tangan kami dan anak-anak didik kami," kata seorang ibu guru. Ya, semoga dambaan para guru ini terwujud, agar mereka kembali menjalankan tugas mulianya, mengajar dan mendidik generasi penerus negeri ini.

cerpen tentang guru tanpa tanda jasa