BertemaKeluarga, Film Surat Kecil untuk Tuhan Pas Saat Lebaran Ramdha Mawwadha - Juni 2017 | 06:58 WIB
RealLive with Tya Ariestya - Kegiatan Keluarga Kecil Tya di Weekend. netmediatama. 4:46. Perkembangan anak Cici Panda. netmediatama. 2:05. Cerita Ivan Fadila Mengenai Perkembangan Sang Anak. netmediatama. 3:33. Entertainment News-Perkembangan anak Zee Zee Shahab. netmediatama. 3:57. Verlita Evelin bicara tentang perkembangan sang
Karierberakting Aura Kasih agaknya telah berbuah manis. Sesudah keterlibatannya di film 'Surat Kecil untuk Tuhan' ternyata ada kisah karier akting pemilik nama lengkap Sanny Aura Syahrani ini berlanjut di produksi film berikutnya. Kini gadis wanita kelahiran Bandung, 26 Februari 1987 itu tengah sukses menarik perhatian casting director maupun beberapa produser rumah
Setiapsatu berharga di antara RM4,000 satu hingga RM5,000. Tali gantung ini semasa diterima daripada ejen pembekal akan diuji ketahanannya dengan menggantungkan patung seberat lebih 90 kilo selama 72 jam. Setiap tali gantung ini mempunyai nombor siri dan ia diklasifikasikan sebagai senjata dan ianya disimpan di dalam peti besi.
Dihari ibu, wanita yang akrab disapa Ela ini biasanya mendapat hadiah spesial dari buah hatinya lho, Bun, yang berbentuk tulisan. Karena anak-anak Ela suka nulis, mereka biasanya kasih tulisan ke bundanya. Ya, karena tulisan merupakan salah satu cara di keluarga Ela mengekspresikan perasaan. Tahun ini, Ela belum bisa menebak apa hadiah yang
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Kenangan masa kecil tak mungkin bisa diingat sebagai hal yang nyata. Tapi bagi orang tua, momen tumbuh kembang kita melekat abadi dalam memori mereka. Saya ingin mengawali tulisan ini dengan pertanyaan, apakah kita bisa melihat udara? Jawabannya adalah tidak, tapi, apakah itu berarti udara tak ada? Tidak juga. Kita semua tahu udara itu ada, karena dari situ kita kemudian bisa bernafas. Ini berarti kita melihat dampak dari keberadaannya yang bisa kita rasakan. Sama halnya dengan ketika kita kecil. Apakah kita mengingat ketika kita berusia 1 tahun? Tentu saja tidak. Yang dapat kita ingat, paling banter, adalah masa balita. Momen berkesan yang samar-samar saja lewat di ingatan. Seperti kabut yang bisa lintas dan hilang pada waktu-waktu tertentu. Tapi apakah berarti kita tak pernah kecil? Kita tak akan berada pada usia kita saat ini tanpa pernah melewati masa 1 tahun pertama dan masa-masa di dalam kandungan. Mengapa kita tak mampu mengingat semua itu? Saya sendiri tidak tahu secara pasti mengapa, tapi kita bisa menalar bahwa di masa-masa itu, indera kita belum berfungsi sempurna, termasuk otak yang merangkum semua ingatan dan mengenali semua rangsangan yang terjadi di sekitar. Hal yang bisa kita lakukan adalah meminjam tangan dari orang lain. Tangan yang lebih panjang untuk meraih hal-hal yang terletak di tempat yang dalam. Kita mendengar banyak cerita tentang diri kita di masih kecil, terlebih pada momen perkumpulan keluarga, karena memang merekalah yang ada di sekitar dan menjadi saksi tumbuh kembang diri kita di masa kecil. Cerita-cerita yang kita dengar itu mirip seperti dongeng, kita tak bisa mengingatnya secara pasti, tapi imajinasi mengantarkan kita menyusun gambaran, atau adegan, yang mirip sekali dengan fiksi. Saya tak pernah ingat bahwa saya lahir dengan berat 2,2 kg, atau Bapak saya menggendong saya dengan alas bantal kecil kemana-mana, atau cerita bahwa ibu saya terjatuh saat mengandung saya. Sama sekali tak ada yang saya ingat. Dari mana saya tahu? Dari Bu Lik, Bu De, Pak De, Mbah, dan para tetangga. Sama halnya ketika saya menyaksikan adik saya lahir dengan tubuh yang merah sekali. Tentu dia tak ingat, tapi saya tahu itu terjadi. Masa-masa yang tak kita ingat itu adalah masa-masa paling genting dan paling lemah dalam hidup. Nabsky mungkin pernah mendengar kenakalan kita semasa batita dari orang-orang terdekat. Ada yang mendengar bahwa semasa kecil, ia sering menangis di tengah malam. Ada yang mendengar bahwa dirinya hanya mau tidur setelah digendong bapaknya. Ada yang mendengar bahwa dirinya pernah menggigit anak tetangga saat berusia setahun. Ada yang mendengar bahwa dirinya pernah terjatuh di kolong tempat tidur. Dan semua yang kita dengar seperti fiksi yang sejujurnya tak pernah kita ingat karena tak terproses di otak saat itu, atau alasan lain. Nabsky mungkin akan tersenyum malu mendengar tingkah-polah kita semasa kecil, mungkin juga merasa geli. Samar-samar, otak kita membayangkan kejadian itu, dan memvisualkan di dalam otak. Dan, hal yang kadang luput dari setiap cerita itu adalah konsekuensinya. Dari kita yang mungkin sering terbangun dan menangis di tengah malam, keluar-masuk rumah sakit, melukai diri sendiri atau orang lain adalah kerepotan yang dialami orangtua. Ada ibu dan ayah yang harus siap bangun di malam hari untuk Kembali menidurkan anak bayinya yang menangis. Ada ibu yang lecet putingnya kala menyusui bayinya yang sedang aktif menggigit akibat tumbuh gigi baru. Ada ibu dan ayah yang panik membawa bayinya ke dokter lepas si bayi mengalami kejang. Ada ibu yang siap menerima omelan tetangga karena bayinya memukul atau menggigit bayi lain tanpa sengaja, atau kala membuat keributan di malam hari, dan lain sebagainya. Cerita masa kecil kita amatlah menggemaskan untuk dikenang. Tapi bersamaan dengan itu, ada perjuangan ibu dan ayah yang membesarkan kita. Rasanya kita tak pernah selesai mengganggu orangtua kita. Mulai dari ketika kita menghuni perut ibu, menyiksanya dengan rasa mual, rasa sakit, rasa harap-gembira, dan kecemasan. Dan menghadapi semua itu, seorang ibu harus tetap menjaga Kesehatan, menjaga pola makan dan pikiran. Apa saja dan berapa saja makanan yang masuk ke diri ibu harus dibagi dua dengan bayi di dalam perutnya, kita. Sampai akhirnya kita lahir membawa kebahagiaan dan harapan bagi orangtua. Sekali lagi, kenangan itu tak mungkin bisa kita ingat sebagai hal yang nyata, tapi bagi orangtua, momen kelahiran dan tumbuh kembang kita melekat dan membekas, karena otak mereka merekam itu dan menyimpannya sebagai memori yang penting. Meletakkannya pada klasifikasi arsip vital dari semua ingatan yang mereka simpan. Tak terlewatkan, tak terhapuskan. Kelak, barangkali kita akan menjadi orangtua, atau beberapa di antara kalian telah menjadi orangtua. Pada masa itu, kita akan tahu mengapa momen itu tak terlupakan. Setelah ini, kalian bisa mengunjungi ibu kalian untuk mendengar Kembali kisah-kisah masa kecil itu. Saya yakin, tak ada yang dilupakan, kecuali jika kemampuan otaknya sudah melemah akan usia. Seorang anak, sepanjang hidupnya tak pernah selesai “mengganggu” orangtua, dan itu sudah takdirnya. Barangkali di antara kalian telah kehilangan ibu atau ayah, atau keduanya, lewat doa kalian bisa terus sambung mereka. Karena konon, dalam salah satu agama dikatakan bahwa amalan yang tak putus adalah doa anak yang soleh.
Drama keluarga adalah salah satu genre novel yang banyak dicari orang selain romkom. Ada yang spesial dari genre ini, lapisan cerita dan karakternya yang membuatnya bagai jaring laba-laba. Bercabang, tapi akhirnya menyambung jadi satu juga. Buat kamu yang menggemari novel-novel drama macam Angela's Ashes atau My Sister's Keeper, tujuh novel di bawah ini sangat direkomendasikan untuk ditamatkan. 1. Ask Again, Yes Novel karya Mary Beth Keane ini menggunakan latar waktu yang cukup panjang dan melibatkan dua generasi di dalamnya. Dua keluarga, Gleeson dan Stanhope tinggal bertetangga, mereka sama-sama berasal dari keluarga imigran Irlandia yang menetap di New York. Namun, suatu insiden terjadi, membuat hubungan dua keluarga itu terus memburuk. Meski sebenarnya, mereka tak secara terang-terangan bermusuhan. Rumitnya lagi, dua anak mereka, Kate Gleeson dan Peter Stanhope jatuh cinta sejak kecil dan tak bisa dipisahkan. Penuh insight tentang memaafkan, ketulusan cinta, dan hubungan orang tua-anak, novel ini sukses bikin pembaca terenyuh sampai halaman terakhir. 2. Little Fires Everywhere Novel ini berkutat pada kehidupan dua keluarga. Keluarga pertama adalah Mia dan anak perempuannya, Pearl yang tinggal di sebuah apartemen sewaan milik keluarga Richardson. Mia yang menjadi titik berat novel ini digambarkan sebagai seorang seniman yang egois, dengan cerobohnya mengorbankan kehidupan yang stabil dan tentram demi passion-nya sendiri tanpa pikir panjang tentang masa depan sang sisi lain ada Bu Richardson dengan kehidupan yang stabil, suami yang selalu ada untuknya, dan empat anak. Kehidupan kedua keluarga yang bertolakbelakang ini akhirnya bersilangan ketika anak-anak mereka membentuk sebuah ikatan kuat dan kemunculan kasus perebutan hak asuh anak oleh salah satu rekan Bu Richardson. 3. An American Celestial dan Roy adalah pengantin baru yang bersiap menata kehidupan mereka di Amerika Serikat. Roy seorang eksekutif muda dan Celest adalah seniman yang kariernya makin melesat. Namun, di tengah rutinitas tersebut mereka menemukan banyak hal kecil yang menjadi kerikil dalam pernikahan beberapa isu penting yang terjadi dalam hubungan manusia seperti toxic masculinity, rasisme, dan emansipasi, ini adalah novel penting yang menggambarkan kehidupan modern pasangan muda masa kini. Baca Juga Pencinta Buku, Ini 5 Desain Perpustakaan di Rumah Khusus untukmu 4. We Were Liars Lockhart memang dikenal sebagai penulis novel remaja dengan isu-isu yang cukup sensitif. Kali ini ia mengajak pembacanya menilik kehidupan dan rahasia seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya tak ada yang salah darinya dan keluarganya. Ia menghabiskan waktu liburan musim panas di sebuah pulau pribadi bersama para sepupu dan kawan-kawannya, hingga perlahan ia membeberkan sebuah rahasia gelap keluarganya yang selama tersembunyi di balik segala kemewahan dan kemudahan hidup mereka. 5. Evvie Drake Starts Evvie adalah seorang janda yang berusaha membangun kembali puing-puing kehidupannya yang sempat hancur berantakan pasca kematian mendadak sang suami. Ia kemudian bertemu dengan Dean, seorang atlet yang mengalami krisis dalam hidupnya. Mereka merasakan kecocokan satu sama lain, tetapi ada saja yang menghambat hubungan mereka saat akan beranjak ke jenjang yang lebih jauh. Beda dengan novel romantis remaja, karakter orang dewasa membuat novel drama keluarga ini lebih mengena dan mewakili berbagai realitas kehidupan. 6. The Nix The Nix adalah novel dengan ukuran dan ketebalan yang bisa mengintimidasi siapapun. Terdiri dari 600 halaman lebih, ternyata novel ini tidak sama sekali membosankan. Si protagonis adalah Samuel, seorang dosen dan penulis novel bestseller. Ia berada di tengah writer's block pasca kesuksesan novel debutnya. Ia pun terancam terlilit utang saat tak kunjung mampu menyelesaikan naskah novel baru. Hingga, di ujung telepon sana, ibunya membutuhkan bantuannya untuk bebas dari sebuah kasus penganiayaan pada seorang senator. Samuel melihatnya sebagai peluang untuk bahan buku barunya. Namun, di tengah prosesnya, ia justru mempelajari seluk beluk keluarga dan dirinya sendiri. Kabarnya, novel laris ini akan segera diadaptasi dalam bentuk miniseri. 7. The Great Alone Kristin Hannah sebelumnya sukses dengan novel berlatarkan Perang Dunia II, The Nightingale. Ia kembali dengan The Great Alone yang masih berhubungan dengan kehidupan pasca perang, tepatnya perang Vietnam yang menghancurkan hidup seorang pria bernama Ernt Allbright. Secara impulsif ia pun mengajak keluarganya pindah ke Alaska untuk memulai hidup baru. Awalnya semua baik-baik saja, tetapi Alaska ternyata menyimpan sisi pahit yang sangat mempengaruhi kehidupan keluarga ini, terutama sang putri, Leni yang masih berusia 13 tahun saat itu. Silakan cek dan cari novel mana yang paling menarik bagimu. Mari tambah daftar buku yang sudah kamu baca sebelum tahun berganti. Baca Juga 5 Rekomendasi Novel Bertema Kehidupan yang Dapat Menginspirasi IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
“Betapa kaget ketika Wurry Srie tahu bahwa jejaka di hadapannya adalah seorang santri.” Ketika membaca buku Catatan Kecil untuk Keluarga, saya teringat sebuah quotes kawan ghibah saya. “Kata orang, pengalaman adalah pelajaran paling mahal. Namun kita tak harus membayar mahal bila bisa belajar dari pengalaman orang lain, kan?” Kata-kata dari kawan ghibah saya yang merupakan ibu-ibu itu saya kira sangat cocok ditujukan untuk buku Catatan Kecil untuk Keluarga karya Wurry Srie ini. *** Wurry Srie adalah seorang ibu rumah tangga yang suka menulis sejak kecil. Dia suka menuliskan catatan ringan sehari-harinya di platform media sosial. Buku Catatan Kecil untuk Keluarga ini merupakan kumpulan esai pilihan tentang parenting. Esai-esai tersebut sebelumnya sudah tayang di media online nasional. Benang merah dari catatan Wurry Srie adalah tentang keluarga sehari-hari. Tentunya, apa yang Wurry Srie tulis juga tidak ndakik-ndakik dan ngadi-ngadi. Ketika membuka buku ini, saya langsung tertuju pada judul tulisan pertama dengan judul, “Anak Nakal Haruskah ke Pesantren?” Saya pun teringat masa-masa sebelum saya nyantri. Saya kira anak nakal memang harus dimasukkan pesantren agar menjadi baik. Namun setelah nyantri, saya mendapati bahwa hal itu bukanlah hal yang diharuskan. Wurry Srie membagikan pengalamannya ketika dalam perjalanan antarkota ia menjumpai sosok jejaka tanggung dengan pakaian jaket jeans, celana pendek, dan berambut plontos. Sosok muda itu mencuri perhatiannya. Hatinya terusik untuk melontarkan beberapa pertanyaan. Betapa kaget ketika Wurry Srie tahu bahwa jejaka di hadapannya adalah seorang santri. Namun ada hal yang lebih mengejutkannya lagi. Ketika diajak shalat, jejaka itu menolak ajakan Wurry Srie dengan alasan tidak membawa perlengkapan sholat. Dari kejadian itu Wurry Srie belajar memahami bahwa orang tua tetap menjadi nomor satu dalam pembentukan watak anak. Sementara pesantren hanyalah sarana pembantu. Idealisme Orangtua Lalu, yang tak kalah menarik adalah esai kedua dengan judul “Ketika Buah Hati Menuju Masa Akil Balig”. Dalam cerita sederhananya, Wurry Srie menjelaskan bagaimana kita harus menyikapi ketika buah hati menuju akil dan balig. Tak hanya dua esai tersebut, tentunya masih banyak lagi cerita menarik lainnya yang tak mungkin saya tuliskan di sini agar Anda bisa membacanya sendiri. Buku ini memang berisi tentang keluarga. Meski begitu, ia sangat penting dimiliki oleh semua kalangan. Termasuk jomlo seperti saya yang kelak juga akan berkeluarga. Buku setebal 140 halaman ini berisi 25 tulisan Wurry Srie yang ditulis dengan bahasa sehari-hari dengan cerita yang mengalir dan begitu mudah dipahami. Kita bisa membacanya dari mana saja tak perlu membacanya secara berurutan karena setiap judul memiliki cerita yang berbeda. Sebagai buku pertama Wurry Srie, tentu ada beberapa kekurangan minor dalam buku Catatan Kecil untuk Keluarga. Salah satunya ada satu tulisan yang keluar dari tema pembahasan tentang keluarga atau parenting. Yakni tulisan yang berjudul “Toleransi yang Tergerus Lantunan Tadarus”. Alih-alih berbicara tentang anak atau keluarga Wurry Srie justru membicarakan toleransi dalam lingkup yang terlalu luas hingga keluar dari benang merah buku ini. Meski begitu, tulisannya tetap mengasyikkan untuk dibaca. Ada salah satu hal yang saya pahami ketika membaca buku ini. Orang tua memang selalu ingin menjadi yang sempurna dalam mendidik anak, bahkan ingin menjadikan anaknya sesuai idealisme mereka. Banyak orang tua selalu mengejar kesempurnaan anaknya. Mereka berharap mampu menjadikan anaknya menjadi yang terbaik. Sampai pada suatu titik, kadar harapan yang berlebihan justru menempatkan harapan orangtua menjadi tuntutan. Hal itu akhirnya hanya membuat anak terlihat kurang terus-menerus. *** Seperti kata Mas Iqbal Aji Daryono, hubungan antara anak dan orang tua adalah medan luas tempat belajar dengan limpahan ilmu yang tiada habisnya. Anak-anak memang belajar, tetapi ternyata orang tua juga terus belajar. Tanpa membayar mahal, saya pun belajar banyak hal dari buku ini. Saya yakin pelajaran yang saya dapat dari buku ini kelak berguna bagi saya yang kini masih seorang laki-laki yang cuma bisa ngurus anak kucing. Judul Buku Catatan Kecil untuk Keluarga Penulis Wurry Srie Editor Bhagaskoro Pradipto Tebal viii+ 140 hlm. ; 14 x 20 cm. ISBN 978-623-5663-38-8 Tahun terbit September 2022 Penerbit Galuh Patria Muhamad Ulinnuha, santri lajang yang cuma bisa ngurus anak kucing. [red/zhr/brsm]
Saya mempunyai keluarga yang beranggotakan 5 orang. Kedua orang tua saya berasal dari dua kota yang berbeda namun kota tersebut tetap terletak di Pulau Jawa. Ayah saya berasal dari dari kota Jogja yang bernuansa Jawa klasik karena memang di kota itu didirikan sebuah keraton kerajaan yang dikelilingi tembok pembatas keraton yang berwarna putih. Sedangkan Ibu saya berasal dari kota pahlawan yang bernama Surabaya. Tugu Pahlawan berdiri kokoh di tengah – tengah jantung kota Surabaya. Walaupun berbeda kota, kedua orang tua saya saling dipertemukan satu sama lain dan pada akhirnya menuju sampai ke jenjang pernikahan. Ayah saya bernama Aloysius Pramuji, sedangkan Ibu saya bernama Lucia Yuniastuti Ratrianti. Lalu setelah beberapa tahun menikah, Pada tahun 1992 bulan Desember kedua orang tua saya melahirkan anak sulung dan Dia yang terlahirkan juga merupakan salah satu kakak perempuan saya yang bernama panjang Giovanni Dessy Autriningrum. Kakak perempuan saya yang pertama biasa dipanggil dengan nama panggilan ” Vanni “. Oh ya, Ayah saya memberikan nama ” Austriningrum ” karena pada saat itu, Ayah saya sedang belajar menuntut ilmu dan merantau ke Austria di negeri Eropa. Kedua orang tua saya juga berharap dengan diberikannya nama itu, supaya kelak nanti Kakak perempuan saya itu juga dapat menuntut ilmu setinggi – tingginya hingga ke negeri Eropa Belum sampai 3 tahun, tepatnya tahun 1994, Ibu saya melahirkan anak perempuan lagi yang bernama panjang Veronica Ajeng Larasati. ” Ajeng ” merupakan sebuah nama panggilan kakak perempuan saya yang kedua. Kedua orang tua saya memberikan nama baptis ” Veronica ” karena Veronica adalah seorang gadis yang mengusap darah Yesus ketika jalan salib perjalanan menuju puncak Golgota. Kedua orang tua saya berharap agar suatu hari nanti Kakak perempuan saya yang kedua dapat lebih peduli kepada orang lain dan menolong bagi sesama yang malang karena menderita. Dari 1994 sampai 1998, lalu kedua orang tua Saya melahirkan seorang anak perempuan yaitu Saya sendiri. Saya dilahirkan pada tahun 1998, dimana pada tahun itu juga menjadi masa genting bagi negeri pribumi Indonesia karena masa reformasi. Masa reformasi untuk menggulingkan rezim orde baru Soeharto yang memerintah Indonesia selama 32 tahun. Bahkan di kala itu banyak mahasiswa dari universitas terbaik Indonesia yaitu mahasiswa UI, ITB, dan Trisakti sedang melakukan demontrrasi secara besar – besaran. Harga kebutuhan pokok pada masa itu juga melonjak tinggi karena inflasi. Kedua orang tua saya menamakan diri saya Cicilia Arum Sekar Rinakit. Arti nama panjang tersebut adalah bunga yang dirangkai yang mempunyai bau yang harum. Tetapi kebanyakan orang memanggil saya dengan nama ” Sekar ” supaya kelak nanti orang – orang di sekitar lebih mudah mengenal dan mengakui keberadaan saya di dunia ini. Keluarga saya terdiri dari lima orang anggota. Lima orang yang dilahirkan di kota berbeda. Lima orang yang memiliki lima sikap yang berbeda. Lima orang yang menyukai dunia yang berbeda. Lima orang yang mempunyai kebiasaan yang berbeda pula. Ayah saya dulu pernah bekerja menjadi guru dan sekarang bekerja sebagai pengawas pendidikan. Sebelumnya , Ayah saya pernah menggali ilmu di perguruan tinggi yang bernama UNESA. Karena memang Ayah saya menyukai dunia pendidikan dan tidak heran jika Beliau pernah berprofesi sebagai guru. Sedangkan Ibu saya menyukai dunia sekretariatan sehingga Beliau pernah berprofesi sebagai sekretaris. Ibu saya pernah menempuh jenjang pendidikan di universitas katolik Widya Mandala. Kakak perempuan saya yang bernama Vanni sebagai penyuka dunia ilustrasi kini sudah lulus kuliah dari jurusan Hubungan Internasional UNAIR dan bekerja menjadi aktivis di Lembaga Swadaya Masyarakat yang berwawasan lingkungan. Sedangkan kakak perempuan saya yang bernama Ajeng penyuka dunia fashion kini masih kuliah di jurusan Desain Produk ITS. Saya sendiri kini juga akan menjajaki dunia perkuliahan namun sedang mencari jawaban yang pasti dimana nanti saya akan menuntut ilmu pengetahuan lebih dalam lagi. Saya sendiri menyukai dunia sastra karena di dunia sastra semua hal dapat dijadikan sebuah kata – kata. Lalu kata – kata itu sendiri juga dapat mengubah dunia. Saya sendiri yakin kalau tentang itu. Untuk urusan selera musik, Keluarga kecil saya juga mempunyai selera musik yang berbeda – beda. Ayah saya menyukai musik khas jawa yaitu campursari dan klenengan. Ibu saya menyukai musik nostalgia yang selalu di putar di radio Wijaya pada saat pagi hari. Kedua kakak perempuan saya menyukai lagu Indie dan Folk. Sedangkan saya sendiri sempat menyukai musik populer seperti musik EDM Electronic Dance Music yang biasanya dimainkan oleh DJ. Betapa bertolak belakangnya selera musik yang Kami berlima miliki. Walaupun kadang kedua orang tua saya mendikte anak – anaknya bagaikan seorang diktator namun tingkat kediktatorannya masih dapat ditolerir. Beribu – ribu terima kasih saya berikan kepada orang tua saya yang mendidik dan menjadikan saya menjadi orang seperti ini. Yang terpenting Saya tidak tinggal atau hidup di keluarga royal Jawa yang terlalu feodalis seperti yang dialami oleh Raden Ajeng Kartini. Tidak hidup dan tinggal di keluarga yang terlalu fanatik. Walaupun saya bukan berasal dari keluarga royal, borjuis, maupun elit, namun saya merasa terberkati, bahagia, dan beruntung memiliki mereka semua. Karena melalui itu saya belajar untuk selalu menerima konditsi, keadaan, dan situasi bahwa kita hidup di dunia ini tidak selalu mapan. Belajar untuk menerima kelemahan dan kelebihan keluarga saya. Saya mengira kalau keluarga saya itu cukup religius dan cukup demokratis. Keluarga yang terbaik dan ideal bukan hanya diperuntukkan bagi keluarga dari kalangan royal, elit, maupun borjuis. Saya sangat membantah stereotipe tersebut. Bagi saya, Keluarga yang terbaik dan ideal itu keluarga yang demokratis. Karena memang setiap keluarga maupun setiap anak itu mempunyai jalan hidup, pilihan hidup, dan prinsip hidup yang berbeda – beda. Saya lebih memilih untuk lebih baik memilih untuk tinggal di keluarga dari kalangan menengah yang demokratis daripada dari kalangan keluarga borjuis namun tidak demokratis sama sekali. Itulah cerita singkat tentang keluarga saya dan cinta saya kepada keluarga begitu tidak terhingga dan tidak ada batasnya. A girl who lived in Sidoarjo, East Java, Indonesia. A girl who had bob - haired girl. A girl who are dreamer and willing to pursue her dreams. Highly get interested in the world of Art of Literature, English, and Education. The main purpose to create this blog is to write what She was thinking, to share an life's experience, to express what She feels, and to documenting her meaningful life's experience Seorang gadis yang tinggal dan hidup di Sidoarjo , Jawa Timur, Indonesia. Seorang gadis yang memiliki gaya rambut Bob. Seorang gadis pemimpi dan berkemauan untuk mengejar mimpinya. Menaruh minat tinggi di dunia kesusastraan seni, Bahasa Inggris, dan pendidikan. Tujuan membuat blog ini adalah untuk menulis apa yang Dia pikirkan, untuk berbagi pengalaman kehidupan, untuk mengungkapkan perasaan, dan mendokumentasikan perjalanan kehidupan Dia yang bermakna. View all posts by Cicilia Arum Sekar Rinakit Post navigation
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tulisan ini mungkin tak terlalu berarti untuk mereka yang tak suka tentang cerita atau curahan hati. Namun, ini berarti untuk sebuah keluarga kecil yang dipersatukan melalui sebuah nama terasa waktu begitu cepat berputar dan meninggalkan begitu banyak kenangan yang akan selalu kita kenang, bukan. Kurang lebih tiga tahun lamanya kita bergandeng tangan, bahu-membahu satu sama lain, berbagi tawa dan berbagi tetapi dari banyak hal teka-teki yang sulit terpecahkan. Ada dua hal yang tak ingin kucoba untuk dipecahkan, yaitu tentang kita. Ya, tentang kemana kita nanti? Apakah kita nanti akan tetap saling mengenal?Aku rasa kedua teka-teki tersebut, juga menjadi pertanyaan yang sulit untuk kita pertanyakan satu sama lain. Baiklah daripada kita terlalu sibuk untuk memikirkan tentang kedua hal tadi. Antara dicoba untuk dipecahkan atau tidak. Lebih baik kita sedikit flash back mengenai keluarga kecil kita kurang lebih tiga tahun yang lalu. Kita memasuki gerbang awal menjadi seorang Mahasiswa. Dengan padatnya agenda kegiatan OSHIKA MABA Orientasi Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru. Para senior kita, yang menjadi pendamping untuk memberikan arahan agar tugas-tugas OSHIKA MABA dapat kita kerjakan, sembari itu para senior perlahan-lahan memberikan doktrinan untuk masuk dalam sebuah organisasi dan menjadi Mahasiswa sejati, juga yang merasa tertipu akibat para kelakuan senior yang terlalu berapi-api, agar kita mengikuti jejak langkahnya untuk aktif dalam sebuah organisasi. Akan tetapi hal tersebut kini membuat kita tertawa bila mengingatnya. Dan juga tak sedikit yang mempraktekkan strategi tersebut, untuk proses perekrutan anggota kita masuk dalam sebuah organisasi yang terasa asing bagi kita. Dengan berbagai nyanyian, perbincangan mengenai perlawanan hingga pada sebuah hal tentang kehidupan. Hal pertama yang kita pikirkan mungkin menganggap orang yang berperilaku tersebut aneh, ada juga yang kagum dan terheran-heran, lalu ingin menjadi seperti orang tersebut. Melalui caranya yang meniru para senior atau mengambil jalan ninjanya kita mendapatkan amanah untuk membawa organisasi yang kita tempati ke arah pembaruan. Taktik dan gagasan menjadi hal yang penting saat itu. Proses yang masih sebentar dan belum tuntas pula, dirasa masih belum pantas mengemban amanah untuk menahkodai organisasi. Mau tidak mau amanah itu harus kita pegang dan dijalankan. kita adalah sahabat, sukses... Seperti yang kita ketahui, ternyata mengemban amanah yang sangat besar itu, tak semudah membalikkan kedua tangan atau tak semudah berbicara ngalur-ngidul. Butuh kesadaran, kesabaran dan keikhlasan yang sangat sebuah perjalanan, pasti ada saja bebatuan, lubang, genangan air dan banyak sekali rintangan yang perlu dihadapi. Dari awal kita berkomitmen untuk saling bergandengan tangan, saling menjaga satu sama lain, saling peduli dan saling menunjukkan sikap laun, perjalanan hampir selesai. Percekcokan muncul menjadi sebuah masalah, melupakan janji yang telah dibuat dan disepakati sendari awal. Ego yang tinggi, tak ingin mengalah dan merasa paling benar. Bagaimana pun hal itu perlu diselesaikan. Dengan waktu yang lumayan cukup lama, ternyata kita mampu melewati itu semua. Meskipun dengan tenaga, waktu bahkan finansial. Lalu, hilang penat dan hilang ketakutan-ketakutan yang menghantui pikiran yang tak pernah terjadi. Sedangkan apa yang tak pernah terfikirkan menjadi rintangan yang menghadang perjalanan ini, perjalanan baru bagi keluarga kecil telah bersambung. Dilanjutkan dengan keluarga dan semangat baru. Bukan berarti perjalanan kita dalam keluarga kecil itu, telah usai! Melainkan ada perjalanan baru yang harus kita lewati bersama atau perjalanan yang baru kita mulai. Mari kita ingat beberapa kenangan yang penuh dengan suka dan duka. Untuk menjadi pengingat bagi kita masing-masing, jika kelak tak lagi bersama. Bahwa ada kisah yang heroik di sebuah keluarga kecil yang tak terduga atau mungkin telah direncanakan oleh Sang Pencipta sebuah kepercayaan, komitmen, loyalitas dan rasa kekeluargaan yang tak pernah kita dapatkan sebelumnya atau setelah ini. Perjalanan panjang yang mengisahkan begitu banyak goresan tinta berpetualang sahabat-sahabatiku dan jangan lupa pada kisah perjalanan yang telah kita lalui adalah keluarga yang bersahabatSalam kasih dan sayangSalam keluarga Rayon Al-Farabi…. Lihat Fiksiana Selengkapnya
cerita tentang keluarga kecil